Kamis, 29 September 2011

PLASENTA PREVIA DAN SOLUSIO PLASENTA

2.1 PLASENTA PREVIA
2.1.1 Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen-bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan-lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus.
Plasenta Previa Adalah keadaan plasenta berimplantasi rendah pada segmen bawah rahim, meutupi atau tidak menutupi ostium uteri internum pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan janin mampu hidup diluar rahim. (Sumapraja dan Rachimhadi, 2007).
2.1.2 Etiologi
Menurut Sheiner (2001) etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya:
a. Ovum yang dibuahi tertanam sangat rendah di dalam rahim, menyebabkan plasenta terbentuk dekat dengan atau di atas pembukaan serviks.
b. Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah caesar atau aborsi).
c. Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
d. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
e. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
f. Plasenta terbentuk secara tidak normal.
g. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa lampau. Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannnya sehingga menutupi pembukaan jalan lahir (Sumapraja dan Rachimhadi, 2005).
h. Ibu merokok atau menggunakan kokain.
i. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim, sehingga mempersempit permukaan bagi penempatan plasenta.
j. Adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan seharusnya. Misalnya dari indung telur setelah kehamilan sebelumnya atau endometriosis.
k. Adanya trauma selama kehamilan.
l. Sosial ekonomi rendah/gizi buruk, patofisiologi dimulai dari usia kehamilan 30 minggu segmen bawah uterus akan terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
m. Mendapat tindakan Kuretase.
Faktor risiko plasenta previa termasuk:
1. Riwayat plasenta previa sebelumnya.
2. Riwayat seksio sesarea.
3. Riwayat aborsi.
4. Kehamilan ganda.
5. Umur ibu yang telah lanjut, wanita lebih dari 35 tahun.
6. Multiparitas.
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
Jenis Plasenta Previa :
• Plasenta previa totalis
Seluruh pembukaan jalan lahir tertutup plasenta
• Plasenta previa lateralis/ parialis
Sebagian pembukaan jalan lahir tertutup plasenta
• Plasenta previa marginalis
Pinggir plasenta berada tepat di pinggir pembukaan
• Plasenta letak rendah
Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, tapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.


2.1.4 Tanda Dan Gejala
• Pendarahan tanpa alasan
• tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa.
• Bagian terbawah janin belum masuk PAP
• Darahnya berwarna segar,berlainan dengan darah yang disebabkan oleh
solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber pendarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
 Kelainan letak janin
Nasib janin tergantung dari banyaknya pendarahan, dan tuanya kehamilan pada persalinan. Pendarahan mungkin dapat diatasi dengan transfusi darah, akan tetapi persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan janin yang masih premature tidak selalu dapat dihindarkan.
Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering mengadakan pelekatan yang erat dengan dinding uterus. Apabila Plasenta telah lahir, pendarahan postpartum sering kali terjadi karena kekurang mampuan serabut-serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan pendarahan dan bekas insersio plasenta; atau, karena perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh dan mengandung banyak pembuluh darah besar, yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung pervaginam.
2.1.5 Diagnosis
Pada setiap pendarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.


a. Anamnesis
Pendarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 28 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan luar:
 Inspeksi (penglihatan):
- Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit, darah beku
- Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan anemis (pucat)
 Palpasi
- Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah
- Sering dijumpai kesalahan letak janin
- Bagian terbawah janin belum turun , apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau mengolak di atas pintu atas panggul
c. Pemeriksaan inspekulo.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah pendarahan bersala dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina seperti erosion porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, polypus servisis uteri, varises vulva dan trauma
d. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotope dan ultrasonografi, nilai diagnostiknya cukup tinggi tapi untuk ibu dan janin bahayanya sangat tinggi pada radiasinya.
e. Penentuan letak plasenta secara langsung
Untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa ialah secara langsung meraba plasenta melalui servikalis kanalis, akan tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena akan menimbulkan perdarahan banyak, oleh karena itu biasanya pemeriksaan tersebut dilakukan langsung dimeja operasi.
2.1.6 Penanganan
Ibu yang menderita anemia sebelumnya akan sangat rentan terhadap pendarahan, walaupun pendarahannya tidak terlampau banyak. Darah sebagai obat utama untuk mengatasi pendarahan belumm selalu ada atau cukup tersedia di rumah sakit. Kurangnya kesadaran akan bahaya pendarahan, atau sukarnya pengankutan cepat kerumahsakit mengakibatkan terlambatnya penderita mendapatkan pertolongan yang layak.
 Prinsip dasar penanganan
Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas melakukan tranfusi darah dan operasi.
 Penanganan pasif
- Jika perdarahan diperkirakan tidak membahayakan
- Janin masih premature dan masih hidup
- Umur kehamilan < 37 minggu - Taksiran berat janin belum sampai 2500 gram - Tanda persalinan belum dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janin dapat diluar kandungan - Tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam Pada tahun 1945 johnson dan macafee mengumumkan penanganan pasif beberapa plasenta previa yang janinnya masih premature dan pendarahannya tidak berbahaya, sehingga tidak diperlukan tindakan pengakhiran kehamilan segera.pengalamannya membuktikan bahwa pendarahan pertama pada plasenta previa jarang sekali fatal apabila sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan dalam, dan pendarahan berikutnya pun jarang sekali fatal apabila sebelumnya ibu tidak menderita anemia dan tidak pernah dilakukan pemeriksaan dalam. - Tangani anemia Tujuan penanganan ini pada kasus tertentu sangat bermanfaat untuk mengurangi angka kematian neonates yang tinggi akibat prematuritas. Pada penanganan pasif ini tidak akan berhasil untuk angka kematian perinatal pada kasus plasenta previa sentralis.  Penanganan aktif - Perdarahan dinilai membahayakan - Terjadi pada kehamilan > dari 37 minggu
- Taksiran berat janin > 2500 gram tanda persalinan sudah ada
- Pemeriksaan dalam boleh dilakukan di meja operasi

Terdapat 2 pilihan cara persalinan yaitu :
1. Persalinan pervaginam
Bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta & bagian plasenta yang beradarah selama persalinan berlangsung. Sehingga perdarahan berhenti, Dilakukan dengan cara :
a. Pemecahan selaput ketuban karena
 Bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah
 Bagian plasenta yang berdarah dapat mengikuti regangan segmen bawah uterus sehingga pelepasan plasenta dapat dihindari.
b. Pemasangan cunam willet dan versi Braxton Hiks
2. Seksio sesarea
Seksio caesarea merupakan cara persalinan yang dipilih, prinsip utama dalam melakukan seksio caesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tidak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.
2.1.7 Prognosis
Dengan penangulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta previa rendah sekali, atau tidak ada sama sekali. Sejak diperkenalkannya penanganan pasif pada tahun 1945. Kematian perinatal berangsur angsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian, hingga kini kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetep memegang peranan utama.
Penanganan pasif maupun aktif memerlukan fasilitas tertentu, yang belum dicukupi pada banyak tempat di tanah air kita, sehingga beberapa tindakan yang sudah lama di tinggalkan oleh dunia kebidanan mutakhir masih terpaksa dipakai juga untuk pemasangan cunam willett, dan versi Braxton-hicks. Tindakan-tindakan ini sekurang-kurangnya masih dianggap penting untuk menghentikan pendarahan dimana fasilitas seksio sesarea belum ada. Dengan demikian tindakan-tindakan itu lebih banyak ditujukan demi keselamatan ibu daripada janinnya.

2.2 SOLUSIO PLASENTA
2.2.1 Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir.
2.2.2 Etiologi
Etiologi solusio plasenta hingga kini belum diketahui jelas, walaupun beberapa keadaaan tertentu dapat menyertainya, seperti :
 umur ibu yang tua
 multiparitas
 penyakit hipertensi menahun
 pre eklampsia
 trauma
 Tali pusat yang pendek
 Tekanan pada vena kafa inferior dan
 Defisiensi asam folik.
2.2.3 Klasifikasi
Solusio plasenta terbagi dalam 3 macam:
 solusio plasenta totalis : Plasenta dapat terlepas seluruhnya
 solusio plasenta parsialis : plasenta terlepas sebagian
 rupture sinus marginalis/ solusio plasenta ringan : hanya sebagian kecil pinggir plasenta (sedikit).
Pendarahan yang terjadi karena terlepasnya plasenta dapat menyelundup keluar di bawah selaput ketuban yaitu pada solusio plasenta dengan pendarahan keluar;atau tersembunyi dibelakang plasenta yaitu pada solusio plasenta dengan pendarahan tersembunyi ;atau kedua-duanya; atau pendarahan menembus selaput ketuban masuk kedalam kantong ketuban.
2.2.4 Patofisiologi
Pendarahan dapat terjadi pada pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. apabila pendarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tandaserta gejalanya pun tidak jelas.biasanya pendarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk terus berkontraksi menghentikan pendarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelendup dibawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk kedalam kantong ketuban atau terjadi ekstravasasi diantara serabut-serabut otot uterus.
2.2.5 Tanda dan gejala
- Perdarahan tanpa nyeri
- Perdarahan berulang
- Warna perdarahan merah segar
- Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
- Timbulnya perlahan-lahan
- Waktu terjadinya saat hamil
- His biasanya tidak ada
- Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
- Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
- Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
- Presentasi mungkin abnormal
 solusio plasenta berat
Sakit perut terus menerus, nyeri tekan pada uterus, uterus tegang terus menerus, pendarahan per vaginam, syok dan bunyi jantung janin tidak terdengar lagi. Air ketuban mungkin telah berwarna kemerah-merahan karena bercampur dengan darah.
 solusio plasenta sedang
Tidak semua tanda dan gejala perut itu lebih nyata,seperti sakit perut terus menerus, nyeri tekan pada uterus, dan uterus tegang terus menerus. Akan tetapi dapat dikatakan, tanda ketegangan uterus yang terus menerus itu merupakan tanda satu-satunya yang selalu ada pada solusio plasenta; juga
 solusio plasenta ringan
Perdarahan antepartum sedikit, dengan uterus yang tidak tegang.
2.2.6 Manifestasi klinik
 Solusio plasenta ringan
Terjadi rupture sinus marginalis/ sebagian kecil plasenta yang lepas, uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang lagi karena pendarahan yang berlangsung terus. Solusio plasenta ringan ialah perdarahan per vaginam yang berwarna kehitam-hitaman, yang berbeda dengan pendarahan pada plasenta previa yang berwarna merah segar, apabila dicurigai keadaaan demikian, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
 solusio plasenta sedang
Terjadi pelepasan plasenta > dari ¼ bagian atau < dari 2/3 bagian, dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba, ibu syok dan gawat janin, kelainan pembekuan darah dan ginjal.  Solusio plasenta berat Plasenta lepas > dari 2/3 bagian uterus nya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri, pendarahan per vaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaaan syok ibunya dan terjadi pendarahan pervaginam serta janin meninggal. Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
 Pendarahan
 kelanan pembekuan darah
 oliguria
 dan gawat janin sampai kematiannya
Pada solusio plasenta yang berat semua komplikasi ini dapat terjadi sekaligus dalam waktu singkat, sedang pada solusio plasenta sedang apalagi yang ringan, terjadi satu persatu dan perlahan-lahan.
2.2.8 Penanganan
Sikap bidan dalam menghadapi solusio plasenta
Bidan merupakan tenaga andalan masyarakat untuk dapat memberikan pertolongan kebidanan, sehingga bidan dapat menurunkan angka kematian ibu maupun perinatal. Dalam menghadapi perdarahan pada kehamilan, sikap bidan yang paling utama adalah melakukan rujukan ke rumah sakit.
a. Solusio plasenta ringan
 Pada kehamilan < dari 37 minggu jika perdarahan berhenti, nyeri abdomen berkurang, uterus tidak tegang maka pasien boleh pulang. Tapi jika perdarahan bertambah lagi & tanda-tanda solusio plasenta berlebihan maka akhiri kehamilannya.  Pada kehamilan > 37 minggu dengan mengakhiri kehamilan
b. Solusio plasenta sedang dan berat
 Sediakan/ pasang infuse darah
 Pecahkan ketuban dapat dilakukan persalinan pervaginam > dari 6 jam, setelah solusio plasenta maka harus dilakukan seksio caesarea
 Sediakan/ beri infuse oksitosin
 Penanganan komplikasi

KETUBAN PECAH DINI

Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes Before theon setoflabour. Hacker(2001) mendefinisikan KPD sebagai Amnioreksis sebelum permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar(1998) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya Ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 Cm dan pada multipara kurang dari 5cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1jam atau lebih sebelum Dimulainya persalinan.
Ketuban pecah dini (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, 2008).
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.

3.2 Insidensi
Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40% (Sualman, 2009).


3.3 Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini ini pada sebagian besar kasus tidak diketahui. Banyak penelitian yang telah dilakukan beberapa dokter menunjukkan:
a. Infeksi sebagai penyebabnya
b. Kondisi sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan antenatal
c. Penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh chlamydia trachomatis dan nescheria gonorrhea.
d. Selain itu infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal,
e. Servik yang inkompetensia,
f. Serta trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual dan pemeriksaan dalam. (Sualman, 2009).

3.4 Patofisiologi
Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%). High virulence : bacteroides. Low virulence : lactobacillus.
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

3.5 Faktor risiko / predisposisi ketuban pecah dini / persalinan preterm
1. Kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
2. Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 – 4x
3. Tindakan sanggama : TIDAK berpengaruh kepada risiko, KECUALI jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi
4. Perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x)
5. Bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
6. pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)
7. Servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%)
8. Flora vagina abnormal : risiko 2-3x
9. Fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)
10. Kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm

3.6 Diagnosa
Secara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien dengan keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai itu mengarah ke ketuban pecah dini. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban pecah dini bisa dilakukan dengan cara :
• Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih) rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi bau
• Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior
• USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion
• Terdapat infeksi genital (sistemik)
• Gejala chorioamnionitis
• Maternal : demam (dan takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan berbau, leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA) meningkat, kultur darah/urin
• Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang
• Cairan amnion:
Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa, leukosit esterase (LEA) dan sitokin.
Jika terjadi chorioamnionitis maka angka mortalitas neonatal 4x lebih besar, angka respiratory distress, neonatal sepsis dan pardarahan intraventrikuler 3x lebih besar
• Dilakukan tes valsava, tes nitrazin dan tes fern
Normal pH cairan vagina 4,5-5,5 dan normal pH cairan amnion 7,0-7,5
• Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test
o Jadi biru (basa) : air ketuban
o Jadi merah (asam) : air kencing
3.7 Komplikasi
Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10- 40% bayi baru lahir. Resiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini. Semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada ketuban pecah dini (Ayurai, 2010).
Kejadian ketuban pecah dini dapat menimbulkan beberapa masalah bagi ibu maupun janin, misalnya pada ibu dapat menyebabkan infeksi puerperalis/masa nifas, dry labour/partus lama, dapat pula menimbulkan perdarahan post partum, morbiditas dan mortalitas maternal, bahkan kematian (Cunningham, 2006). Resiko kecacatan dan kematian janin juga tinggi pada kejadian ketuban pecah dini preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila ketuban pecah dini preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu (Ayurai, 2010).

3.8 Penanganan
Winkjosastro (2006) dalam bukunya mengatakan penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan ketuban pecah dini ke rumah sakit dan melahirkan bayi yang usia gestasinya > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin.
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
1. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Preterm
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm berupa penanganan konservatif, antara lain:
a. Rawat di Rumah Sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu.
b. Berikan antibiotika (ampisilin 4×500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air ketuban masih mkeluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. d. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Sedian terdiri atas betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari atau deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali. e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa (-): beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam. g. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi. h. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin) 6 2. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Aterm Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm berupa penanganan aktif, antara lain: a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan di akhiri:
• Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi. Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria. • Bila skor pelvik > 5 induksi persalinan, partus pervaginam.